ABie DearyOu

ABie DearyOu
Buat Kamu

ABie DearyOu

ABie DearyOu
Buat Kamu

Sabtu, 29 Oktober 2011

Chord Gitar Superkids Playgirl ( Kunci Gitar )

Intro : D

D
yes kamu memang cantik
semua mata melirik
saat mereka tergoda
                     G
kau selalu tebar pesona

                    D
bikin kamu jadi bangga
kini kau dekati aku
yang katamu paling yo'i

D
katamu aku musisi
                        G
tampang keren juga trendi
                  D
lumayan buat koleksi

     C
ku sadari kini
     Bm
kamu memang predator
          A
hinggap sana sini
    G
ku pastikan dirimu playgirl

[Reff]

D
bila engkau katakan
cicicicicicicicicicci cinta
apalagi katakan
G
kakakakakakakaka kata rindu
                  Bm       A
aku tak akan percaya kepadamu
                 D
karna dirimu playgirl
D
tak aka aku tertipu
dengan seribu jurusmu
                 G
caramu merayu-rayu (hey boy)
                        D
sungguh tak mempan untukku

[Reff]

D
bila engkau katakan
D
cicicicicicicicici cinta
apalagi katakan
G
kakakakakakakaka kata rindu
                Bm     A
aku takkan percaya padamu
A
karna dirimu playgirl
bila engkau paksakan
D
cinta cicicicicicicicici cinta
apalagi katakan
G
kakakakakakakaka kata rindu
                Bm      A
aku takkan percaya padamu
                 D
karna dirimu playgirl

Rabu, 12 Oktober 2011

Peristiwa G30 S PKI

Terilhami dari tulisan Jarar Siahaan di BatakNews yang berjudul “Pantaskah Soeharto Diampuni”, dan dari peringatan 9 tahun turunnya Rezim Soeharto, berdasarkan fakta dari kejadian yang terjadi 42 tahun silam di Jakarta, tepatnya tentang peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI.
Ada seorang ahli sejarah yang sempat meneliti tentang kejadian yang menimpa bangsa kita di tahun 1965, mengatakan bahwa di tahun 1965, di Indonesia hanya ada satu Jendral dan dia adalah Mayjen TNI Soeharto. Menurut ahli sejarah itu juga termakan image yang sengaja dibuat Soeharto bahwa dia adalah orang yang paling berjasa atas dibubarkannya Partai yang kini dianggap sebagai partai terlarang di negeri kita.
Soeharto adalah seorang prajurit TNI berpangkat cukup tinggi dan juga memegang salah satu jabatan penting dalam jajaran TNI sebagai Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad). Pada masa kepemimpinan Ir. Soekarno, Soeharto adalah seorang perwira tinggi yang tidak terlalu diperhitungkan. Itu juga menjadi penyebab tidak terteranya nama Soeharto dalam daftar 7 jendral yang menjadi target pembunuhan dalam pemberontakan PKI.
7 Jendral yang menjadi target operasi PKI (Baris pertama kiri-kanan) Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani, Letjen TNI Anumerta MT Haryono, Letjen TNI Anumerta S Parman, Letjen TNI Anumerta Suprapto. (Baris kedua Kiri-kanan) Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, Mayjen TNI Anumerta DI Panjaitan, Kapten Czi Anumerta Pierre Tendean
Apa mungkin Soekarno lupa pada jasa Soeharto yang menjadi arsitek Serangan Umum 1 Maret atas Kota Yogya yang berhasil menguasai Kota Yogya selama 6 jam yang kala itu dikuasai oleh Belanda? Ataukah Soekarno mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi.
Pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965, sebuah pemberontakan terjadi atas keutuhan Pancasila (itu kata rezim Orde Baru) namun berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya oleh seorang perwira tinggi bernama Soeharto.
“Resolusi Dewan Jendral” yang sempat beberapa kali disebutkan dalam film tersebut, hal itu benar adanya. Resolusi Dewan Jendral memang ada. Beberapa orang Jendral pada saat itu sedang merencanakan untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno dan mengambil alih kekuasaan.
Para pemimpin PKI kala itu cukup resah dengan adanya isu tentang resolusi Dewan Jendral. Mereka khawatir jika para jendral berhasil, maka posisi mereka berada di ujung tanduk. Untuk itu mereka harus bergerak cepat, berpacu dengan waktu untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral, sebelum para jedral mendahuluinya.
Rakyat yang kala itu masih bodoh dicekoki dengan pernyataan-pernyataan pedas tentang seberapa menyeramkan dan menyakitkannya sebuah pemberontakan. PKI terus menyebarkan doktrin bahwa pemberontakan itu identik dengan kekejaman. Rakyat akan semakin terkepung dalam kesengsaraan. Doktrin yang dilontarkan PKI itu terhadap rakyat itu pada akhirnya berhasil membakar darah rakyat yang kala itu tengah dirundung duka yang mendalam dan berkepanjangan akibat dari ketidak stabilan perekonomian di sebuah negara yang masih muda ini. Akhirnya PKI mendapat restu dari rakyat yang telah didoktrinnya untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral.
PKI sendiri mempunyai kepentingan dalam penumpasan ini. PKI adalah pendukung terkuat Soekarno, dan Soekarno adalah pendukung terkuat PKI demi sebuah image bagi dunia internasional bahwa Indonesia tidak mudah dimasuki pengaruh Amerika Serikat. Memang Sokarno lebih menyukai politik sosialis demokratik seperti yang diajarkan Uni Soviet kepada dunia kala itu yaitu pemerataan.
Karena PKI takut kehilangan dukungan dari presiden, maka PKI harus secepatnya menumpas Dewan Jendral sebelum Dewan Jendral menggulingkan Soekarno. Maka direncanakanlah sebuah aksi untuk menumpas Dewan Jendral. Akhirnya para pemimpin PKI sepakat tanggal yang tepat untuk melakukan aksi adalah pada tanggal 30 September.
Para pimimpin PKI melakukan rapat tentang aksi yang bakal mereka lakukan. Sedikitpun mereka tidak menyinggung nama Soeharto karena memang Soeharto kala itu bukan siapa-siapa. Dia tidak lain hanyalah seorang prajurit TNI berpangkat tinggi yang tidak diperhitungkan dan tidak penting sama sekali.
Disisi lain, Soeharto sendiri juga mengetahui tentang adanya resolusi Dewan Jendral dan mengetahui bahwa PKI akan melancarkan aksi untuk menumpasnya. Namun dia hanya diam. Soeharto juga memiliki kepentingan jika PKI berhasil. Kepentingan Soeharto sebenarnya adalah agar dia mulai dianggap penting dan kembali diperhitungkan di kancah percaturan negeri ini sehingga dia bisa mendapat jabatan yang lebih penting dari jabatan yang dia pegang saat itu. Dia biarkan PKI melakukan aksinya dengan membunuh para perwira tinggi TNI yang memang memegang jabatan penting di negara. Dengan demikian akan semakin berkurang saingan bagi Soeharto untuk meraih jabatan yang lebih tinggi dan lebih penting dari sekedar panglima Kostrad.
Tanggal 30 September pukul 4 pagi, diculiklah 7 jendral yang menjadi target operasi PKI. Mereka dibawa ke lubang buaya dan diserahkan kepada masa pendukung PKI yang telah berkumpul di sana sejak sore hari tanggal 29 September untuk diadili dengan cara mereka. Massa dibebaskan melakukan apa saja sesuka hati mereka kepada para jendral yang akan menambah kesengsaraan bagi rakyat tersebut. Massa yang berkumpul di lubang buaya berpesta pora sebelum akhirnya menyiksa hingga mati para jendral tersebut.
  • Fakta Di Balik Peristiwa G 30 S PKI

Pagi harinya, Soeharto yang telah mengetahui hal ini mendapat laporan dari beberapa ajudan jendral yang telah diculik. Soeharto hanya tersenyum dalam hati karena telah mengetahui bahwa semua ini akan terjadi. Ambisinya untuk menguasai negeri dengan pangkat dan jabatan yang dia miliki hanya tinggal selangkah lagi.
Tahukah anda apa sebenarnya yang telah direncanakan Soeharto sebelumnya yang disimpannya baik-baik dalam benaknya? Dia biarkan PKI membunuh ketujuh Jendral tersebut, lalu memfitnah PKI telah melakukan kudeta terhadap Soekarno sehingga orang-orang PKI yang mengetahui fakta sejarah dapat dengan mudah disingkirkan dengan cara difitnah. Doktrin yang dilontarkan Soeharto adalah bahwa PKI akan melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Soekarno. Mungkinkah PKI akan menggulingkan pendukung terkuatnya? Tidak masuk akal. Ingat PKI dan Soekarno saling mendukung, apa mungkin PKI melakukan hal itu?
Pagi harinya Soeharto bergerak cepat dan melangkahi tugas beberapa orang jendral atasannya dengan memegang tampuk pimpinan TNI untuk sementara tanpa meminta restu dari Presiden. Di buku sejarahku waktu SD ditulis, “Mayjen TNI Soeharto dengan tangkas memegang tampuk pimpinan TNI yang lowong sepeninggal A Yani.” Kalau bisa dan boleh aku ingin mengedit tulisan di buku sejarahku dengan kata-kata, “dengan lancang Soeharto memegang tampuk pimpinan TNI.” Masih banyak orang yang harusnya dimintai restu oleh Soeharto atas inisiatifnya memegang tampuk pimpinan TNI.
Lalu dengan mudah Soeharto yang telah mengetahui semua seluk beluk aksi PKI ini menumpas PKI. Hanya dalam waktu beberapa jam saja, para pelaku pemberontakan PKI ditangkap dan sebagian lagi kabarnya melarikan diri ke luar negeri. Lalu Soeharto menyebarkan doktrin bahwa PKI telah melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Soekarno. Padahal PKI bermaksud menggagalkan kudeta yang akan dilancarkan oleh para jendral tersebut. PKI dijadikan kambing hitam oleh Soeharto atas apa yang memang diinginkannya. Satu langkah Soeharto untuk menguasai negeri ini berhasil.
  • Penguasaan Kembali Gedung RRI Pusat
Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan Tiga Puluh September (G30S) PKI menculik dan membunuh 6 orang perwira tinggi Angkatan Darat yang yang dinilai sebagai penghalang utama rencana mereka untuk merebut kekuasaan Negara. Pagi itu pula mereka berhasil menguasai Gedung RRI dan Gedung Pusata Telekomunikasi. Di bawah todongan pistol, seorang penyiar RRI dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan bahwa G-30-S telah menyelamatkan Negara dari usaha kudeta “Dewan Jendral”. Tengah hari mereka mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara  dan pendemisioneran cabinet. Untuk menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu, Panglima Komando Tindakan Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen Soeharto yang telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat memerintahkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk membebaskan Gedung RRI Pusata dan Gedung Telekomunikasi dari penguasaan G-30-S PKI. Operasi yang dimulai pukul 18.30, dengan mengerahkan kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD berhasil menguasai kembali gedung vital itu. Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober 1965 RRI Pusat sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen Soeharto yang menjelaskan adanya usaha kudeta yang dilakukan oleh PKI melalui G-30-S
  • Penangkapan D.N. Aidit ( 22 November 1965 )
Setelah G 30 S PKI mengalami kegagalan di Jakarta, pada tanggal 1 Oktober 1965 tengah malam ketua CC PKI D.N. Aidit melarikan diri ke Jawa Tengah yang merupakan basis utama PKI. Tanggal 2 Oktober 1965 ia berada di Yogyakarta, kemudian berpindah-pindah tempat dari Yogyakarta ke Semarang. Selanjutnya ia ke Solo untuk menghindari operasi pengejaran yang dilakukan oleh RPKAD. Tempat persembunyiannya yang terakhir di sebuah rumah di kampung Sambeng Gede. Daerah ini merupakan basis Serikat Buruh Kereta Api (SBKA), organisasi massa yang bernaung dibawah PKI. Melalui operasi intelijen, tempat persembunyian D.N. Aidit dapat diketahui oleh ABRI. Tengah malam tanggal 22 November 1965 pukul 01.30 rumah tersebut digrebek dan digledah oleh anggota Komando Pelaksanaan Kuasa Perang (Pekuper) Surakarta. Penangkapan hamper gagal ketika pemilik rumah mengatakan bahwa D.N. Aidit telah meninggalkan rumahnya. Kecurigaan timbul setelah anggota Pekuper menemukan sandal yang masih baru, koper dan radio yang menandakan hadirnya seseorang yang lain di dalam rumah itu. Penggeledahan dilanjutkan. Dua orang Pekuper menemukan D.N. Aidit yang bersembunyi di balik lemari. Ia langsung ditangkap dan kemudian dibawa ke Markas Pekuper Surakarta di Loji Gandrung, Solo.
  • Supersemar
Suasana negara saat itu benar-benar memburuk. Negara yang masih muda ini serasa berasa di titik paling bawah dari keterpurukannya. Perekonomian anjlok, harga bahan pangan menjulang, bahan pangan susah didapat dimana-mana, kerusuhan pecah di seluruh wilayah negeri ini. Beberapa elemen masyarakat melakukan aksi yang berbuntut dengan dicetuskannya Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Isi Tritura adalah:
1. Bubarkan PKI
2. Turunkan Harga
3. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI
Aksi beberapa elemen masyarakat ini di awali dengan aksi yang digelar oleh mahasiswa yang menamakan dirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Gerakan mahasiswa ini juga diikuti oleh elemen masyarakat lain seperti Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dan lain-lain.Aksi-aksi inilah yang kemudian memicu pecahnya revolusi di negara ini. Semakin lama situasi negara semakin memburuk.
Situasi ini akhirnya yang memaksa tiga orang Jendral yaitu Letjen (yang baru naik pangkatnya) Soeharto, Brigjen Amir Machmud dan Brigjen M Yusuf untuk menemui presiden dan memaksa presiden agar segera memenuhi tuntutan rakyat. Tritura harus dipenuhi jika presiden ingin mengembalikan situasi negara ke arah yang kondusif.
Soekarno menolak memenuhi tuntutan rakyat. Soekarno tahu bahwa ini semua hanya kerjaan Soeharto yang memfitnah PKI sebagai pemberontak. Soekarno tahu betul, tidak mungkin PKI berkeinginan untuk menggulingkannya namun Soekarno tidak memiliki bukti yang otentik atas pernyataannya tersebut. Soekarno tahu bahwa aksi yang dilakukan oleh PKI dengan nama G 30 S PKI hanya bertujuan untuk menumpas rencana kudeta militer yang akan dilakukan oleh sekelompok perwira tinggi yang menamakan dirinya Dewan Jendral.
Setelah gagal untuk memaksa presiden memenuhi tuntutan rakyat, ketiga jendral tersebut berinisiatif membuat sebuah surat perintah atas nama presiden. Isi surat perintah yang diberi nama Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) hingga kini hanya diketahui oleh hanya 4 orang, ketiga jendral tersebut dan Soekarno, namun karena tiga diantaranya kini telah meninggal dunia, maka kini hanya tertinggal satu lagi saksi sejarah yaitu Soeharto. Sayang, Soeharto pun tidak ingin rakyat Indonesia tahu apa isinya, maka dia lenyapkan supersemar yang asli dan buat sebuah surat perintah yang palsu seperti yang kita tahu belakangan ini.
Teks Supersemar yang palsu, sedangkan yang asli, hingga kini tidak ditemukan bangkainya
Supersemar yang telah rampung dibuat diserahkan kepada Soekarno untuk ditandatangani, namun Soekarno menolak untuk menandatanganinya. Soekarno tidak mau membubarkan PKI namun juga tidak mempunyai alasan yang kuat atas kehendaknya tidak ingin membubarkan PKI. Sementara rakyat telah didoktrin oleh Soeharto bahwa PKI telah melakukan pengkhiatan terhadap negara dan ingin menguasai negara ini dan menjadikannya negara berfaham Komunis.
Menurut pengakuan dari seorang kakek tua tak lama setelah Soeharto lengser, bahwa dulu ia bekerja di Istana Merdeka. Tugasnya adalah mengantarkan minuman buat presiden. Pada saat ketiga jenderal itu sedang berada di ruang kerja presiden, sang kakek memasuki ruangan dengan maksud ingin mengantarkan minuman bagi presiden dan ketiga tamunya. Terkejutlah ia saat melihat presiden sedang menandatangani sebuah surat yang diyakininya sebagai supersemar di bawah todongan Pistol.
Pada saat sang kakek mengungkapkan kisah ini, Jendral M Yusuf masih hidup, maka ia diwawancarai oleh kru TV sehubungan dengan pernyataan sang kakek. Karena M Yusuf berada pada posisi netral maka ia yang diwawancarai. Tapi sayang, saya sangat yakin bahwa fakta yang diungkapkan sang kekek benar adanya, tapi demi menyelamatkan sejarah yang sudah terputar balik dan tak mungkin diubah lagi, maka Jenderal M Yusuf membantah bahwa presiden menandatangani supersemar di bawah todongan pistol. Tapi saya yakin dan sangat percaya, Jendral M Yusuf yang kala itu sudah pensiun membantah hal itu karena ia sadar, jika ia bongkar rahasia ini, maka terbongkarlah semua fakta sejarah dan Indonesia kembali terombang ambing dalam keraguan. Mana yang benar? Sejarah versi Soeharto atau M Yusuf.
Akhirnya supersemar ditandatangani oleh Soekarno, namun supersemar tidak ditujukan kepada Soeharto. Hal ini membuat Soeharto panas, entah dengan cara apa, Soeharto berhasil melenyapkan surat itu dan membuat pernyataan palsu dengan mengatakan bahwa supersemar ditujukan kepadanya untuk memegang tampuk pimpinan TNI untuk sementara dan mengembalikan stabilitas nasional.
Dua langkah Soeharto berhasil. Maka berpedoman pada surat perintah palsu yang dibuat oleh Soeharto sendiri, ia mulai bergerak dan membubarkan PKI serta antek-anteknya. Sebagian besar masa pendukung PKI, Gerwani dan berbagai organisasi massa lain bentukan PKI dibantai secara masal, sebagian lagi dipenjara. Ini dilakukan untuk menghilangkan jejak sejarah agar semua kebusukan yang dilakukan oleh Soeharto tidak terungkap. PKI dijadikan kambing hitam karena memang PKI pernah melakukan percobaan kudeta di tahun 1948. Ini dijadikan alasan bagi Soeharto untuk semakin menjatuhkan PKI.
Setelah PKI dibubarkan, dengan wewenang palsunya Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah Partai terlarang di Indonesia karena bertentangan dengan Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia.
Pidato pertanggungjawaban Soekarno dalam Sidang Umum MPRS tahun 1968 ditolak oleh MPRS. Semua dipicu dari lambatnya Soekarno membubarkan PKI dan menjawab Tritura. Setelah itu dipilihlah seorang penjabat presiden hingga masa kepemimpinan Soekarno berakhir. Pada saat itu memang tak ada pilihan lain, Soeharto menjadi satu-satunya orang yang paling pantas memegang jabatan itu. Soekarno (mungkin dengan berat hati) menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Soeharto. Sejak saat itu Soeharto resmi memegang jabatan sebagai Presiden RI melaui TAP MPRS No XLIV/MPRS/1968 dan berkuasa selama 32 tahun hingga akhirnya digulingkan juga dengan cara yang sama seperti ia berusaha menggulingkan Soekarno pada tahun 1968

Pemberontakan G 30 S /PKI

Pemberontakan G 30 S /PKI

Usaha terhadap Pemerintah RI dan mengganti dasar negara Pancasila telah dua kali dijalankan, yang pertama di tahun 1948, dikenal sebagai pemberontakan PKI Muso di Madiun dan yang kedua ialah pemberontakan G 30 S PKI dalam bulan September 1965.
Sebelum melancarkan Gerakan 30 September, PKI mempergunakan berbagai cara seperti mengadu domba antara aparat Pemerintah, ABRI dan ORPOL, serta memfitnah mereka yang dianggap lawan-lawannya serta menyebarkan berbagai isyu yang tidak benar seperti KABIR, setan desa dan lain-lain. Semua tindakan tersebut sesuai dengan prinsip PKI yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya yaitu mengkomuniskan Indonesia dan mengganti Pancasila dengan ideologi mereka. Bahkan menjelang saat-saat meletusnya pemberontakan G 30 S /PKI, maka PKI di tahun 1965 melontarkan isyu bahwa Angkatan Darat akan mengadakan kup terhadap Pemerintah RI dan di dalam TNI AD terdapat "Dewan Jenderal".
Jelaslah isyu-isyu tersebut merupakan kebohongan dan fitnah PKI, yang terbukti bahwa PKI sendiri yang ternyata melakukan kup dan mengadakan pemberontakan terhadap Pemerintah RI yang syah dengan mengadakan pembunuhan terhadap Pejabat Teras TNI AD yang setia kepada Pancasila dan Negara.
.Di samping itu, PKI memantapkan situasi "revolusioner" dikalangan anggota-anggotanya dan massa rakyat. Semua ini dimungkinkan karena PKI mendompleng dan berhasil mempengaruhi presiden Sukarno, dengan berbagai aspek politiknya seperti MANIPOL, USDEK, NASAKOM dan lain-lain.
Semua kegiatan ini pada hakekatnya merupakan persiapan PKI untuk merebut kekuasaan negara dan sesuai dengan cita-cita atau ideologi mereka yang akan membentuk pemerintah komunis sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis.
Setelah persiapan untuk melakukan pemberontakan mereka anggap cukup matang antara lain dengan latihan kemiliteran para SUKWAN dan Ormas-ormas PKI di Lubang Buaya, maka ditentukan hari H dan Jam D- nya. Rapat terakhir pimpinan G 30 S /PKI terjadi pada tanggal 30 September 1965, diamana ditentukan antara lain penentuan Markas Komando (CENKO) yang mempunyai 3 unsur :
1. Pasopati, Tugas khusus pimpinan Lettu Dul Arief dari MEN Cakrabirawa.
2. Bimasakti, tugas penguasaan dipimpin oleh Kapten Radi.
3. Gatotkaca sebagai cadangan umum juga penentuan tanda-tanda pengenal, kode-kode dan hal-hal lain yang berhubungan dengan operasi tersebut. Untuk gerakan operasi mereka ini Jakarta dibagi dalam 6 sektor.
Dari Lubang Buaya ini PKI dan pasukan-pasukan yang telah dipersiapkan, melancarkan gerakan pemberontakannya, dengan diawali lebih dahulu menculik dan membunuh secara keji Pemimpin-pemimpin TNI AD yang telah difitnah oleh PKI menduduki beberapa instalasi vital di Ibukota seperti Studio RRI, pusat Telkom dan lain-lain.
Diantara para Pemimpin TNI AD yang dibunuh secara kejam adalah Panglima Angakatan Darat Letjen TNI A Yani, Deputy II MEN/PANGAD MAYJEN TNI Suprato, Deputy III MEN/PANGAD Mayjen TNI Haryono MT, ASS 1 MEN/PANGAD Mayjen TNI Suparman, ASS III MEN/PANGAD Brigjen TNI DI Pandjaitan, IRKEH OJEN AD Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
Usaha PKI untuk menculik dan membunuh MEN PANGAB Jenderal TNI A.H. Nasution mengalami kegagalan, namun Ajudan beliau Lettu Czi Piere Tendean dan putri beliau yang berumur 5 tahun Ade Irma Suryani Nasution telah gugur menjadi korban kebiadaban gerombolan G 30 S/PKI. Dalam peristiwa ini Ade Irma Suryani telah gugur sebagai tameng Ayahandanya. Para pemimpin TNI AD tersebut dan Ajudan Jenderal TNI Nasution berhasil diculik dan dibunuh oleh gerombolan G 30 S/PKI tersebut, kemudian secara kejam dibuang/dikuburkan di dalam satu tempat yakni di sumur tua di Lubang Buaya daerah Pondok Gede.
Demikian pula AIP Satuit Tubun pengawal kediaman WAPERDAM DR. A.J. Leimena gugur pula. Di Jogyakarta, DANREM 072 Kolonel Katamso dan KASREM 072 Letkol I Sugiono gugur pula diculik dan dianiaya oleh gerombolan G 30 S/PKI secara di luar batas-batas perikemanusiaan di desa Kentungan.
Sementara itu, sesudah PKI dengan G 30 S/PKI nya berhasil membunuh para pimpinan TNI AD, kemudian pimpinan G 30 S/PKI mengumumkan sebuah dektrit melalui RRI yang telah berhasil pula dikuasai. Dekrit tersebut diberinya nama kode Dekrit No 1 yang mengutarakan tentang pembentukan apa yang mereka namakan Dewan Revolusi Indonesia di bawah pimpinan Letkol Untung. Berdasarkan revolusi merupakan kekuasaan tertinggi, dekrit no 1 tersebut, maka Dewan Revolusi merupakan kekuasaan tertinggi, Dekrit no 2 dari G 30 S/PKI tentang penurunan dan kenaikan pangkat (semua pangkat diatas Letkol diturunkan, sedang prajurit yang mendukung G 30 S/PKI dinaikan pangkatnya 1 atau 2 tingkat).
Setelah adanya tindakan PKI dengan G 30 S/PKI-nya tersebut, maka keadaan di seluruh tanah air menjadi kacau. Rakyat berada dalam keadaan kebingungan, sebab tidak diketahui di mana Pimpinan Negara berada. Demikian pula halnya nasih para Pemimpin TNI AD yang diculikpun tidak diketahui bagaimana nasib dan beradanya pula.
Usaha untuk mencari para pimpinan TNI AD yang telah diculik oleh gerombolan G 30 S/PKI dilakukan oleh segenap Kesatuan TNI/ABRI dan akhirnya dapat diketahui bahwa para pimpinan TNI AD tersebut telah dibunuh secara kejam dan jenazahnya dimasukan ke dalam sumur tua di daerah Pondok Gede, yang dikenal dengan nama Lubang Buaya.
Dari tindakan PKI dengan G 30 S nya, maka secara garis besar dapat diutarakan :
1. Bahwa Gerakan 30 September adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya, untuk itu maka Gerakan 30 September telah dipersiapkan jauh sebelumnya dan tidak pernah terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk pemerintah Komunis.
2. Bahwa tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara dan mengkomuniskannya.
3. Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut.
4. Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.

Sejarah G-30-S/PKI Peringatan Hari Kesaktian Pancasila

  
GAMBAR GARUDA PANCASILA SAKTI - Sejarah G-30-S/PKI Peringatan Hari Kesaktian Pancasila merupakan tonggak sejarah yang harus diluruskan. Silahkan dibaca artikel berikut ini yang mengupas tentang Gerakan 30 September PKI Partai Komunis Indonesia yang menjadi awal Hari Kesaktian Pancasila. Benarkah ada bahaya laten komunis? Baca juga pengajuan referendum atas UUD 1945 oleh Gubernur Yogyakarta.

***

Dulu ketika masih di SD, SMP dan SMA, setiap tanggal 1 Oktober, saya dan juga satu generasi lainnya di Indonesia, selalu diwajibkan ikut upacara Hari Kesaktian Pancasila di sekolah.

Hari untuk memperingati dimana Pancasila tetap sakti, tidak takluk oleh ideologi komunis. Hari untuk memperingati saat enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat gugur dalam peristiwa yang hingga kini menjadi sejarah kelam negeri ini, peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau G-30-S/PKI.

Dulu setiap tanggal 30 September malam, pasti diputar film berjudul Pengkhianatan G-30-S/PKI di televisi. Film sama yang diputar berulang-ulang sampai 12 tahun berturut-turut hingga pemirsa hafal detail jalan ceritanya. Film dengan tata musik dan efek suara yang mencekam. Waktu SD tiap kali adegan pembunuhan para jenderal dimulai, saya selalu tidak berani menontonnya, saya merasa takut bahkan sampai berbekas hingga sekarang. Bagi saya waktu itu, Pengkhianatan G-30-S/PKI adalah film horor yang maha menakutkan.

Setelah Orde Baru tumbang dan era reformasi bergulir, banyak orang bersuara tentang peristiwa tahun 1965. Banyak orang yang merasa tidak bersalah tapi disalahkan dalam kasus itu lalu dipenjara bertahun-tahun tanpa pengadilan. Orang yang terlibat dan dituduh antek PKI seperti menanggung ’dosa turunan’ bapak, anak hingga cucu akan menerima stigmatisasi sebagai PKI juga sehingga ruang gerak sosial-ekonomi dibatasi. Stigmatisasi tersebut secara massal menimpa etnis Tionghoa hanya karena mereka dianggap punya afiliasi dengan RRC yang pada waktu itu mendukung PKI. Padahal banyak yang dituduh tersebut justru rakyat awam yang tak tahu apa-apa.

Dulu waktu rezim Orde Baru berkuasa, pelajaran sejarah selalu menunjukkan bahwa PKI adalah pelaku utama satu-satunya peristiwa 30 September 1965. Pascareformasi, ada yang menyuarakan PKI cuma kambing hitam dari intrik dan ambisi segelintir orang untuk meraih kekuasaan. Sampai sekarang, misteri seputar peristiwa yang menjadi titik balik revolusi di Indonesia dan berujung 32 tahun rezim Orde Baru berkuasa, masih gelap. Entah kapan misteri itu akan terkuak.

Dari sekian banyak pelajaran sejarah tentang Indonesia, mungkin peristiwa 1965 yang paling rumit. Bisa jadi buku pelajaran sejarah yang sekarang dibaca anak-anak SD, SMP dan SMA tentang peristiwa itu sudah sangat berbeda dengan pelajaran sejarah tentang peristiwa itu yang dulu saya terima. Bisa jadi, sudah sangat berbeda. Dulu, dari SMP hingga perguruan tinggi seluruh rakyat Indonesia wajib mengikuti Penataran P4 yang merupakan indoktrinasi Pancasila yang selalu menekankan bahaya laten PKI. Tapi kini Penataran P4 tidak ada lagi bahkan pelajaran PMP dan mata kuliah Pancasila juga dihapuskan.

Sejarah Gelap

Setelah Orde Baru tumbang, debat tentang G-30-S/PKI seakan tidak pernah berhenti. Ia terus menjadi kontroversi. Tetapi ada kecenderungan, mereka yang semula meyakini PKI menjadi dalang Gerakan 30 September 1965 mulai mengendur atau sekurangnya mereka seperti cukup berkata dalam diam. Sementara suara yang menolak atau tak percaya keterlibatan PKI makin nyaring. Ada pihak yang menghendaki penyebutan G-30-S/PKI cukup dengan G-30-S saja tanpa singkatan PKI, karena ada gugatan keraguan bahwa PKI yang mendalangi gerakan tersebut. Ini patut diperdebatkan.

Negara juga cenderung bersikap pasif dan membiarkan keraguan ini terus menyeruak di tengah masyarakat. Kini selama reformasi misalnya, setiap 30 September tak ada lagi kewajiban mengibarkan bendera setengah tiang tanda perkabungan nasional. Para guru di sekolah juga tak lagi segairah dulu menjelaskan kejahatan dan kebiadaban PKI. Zaman memang telah berubah, juga pandangan-pandangan masyarakatnya tentang hal-hal yang dulu dianggap ‘luar biasa’. PKI kini memang tak lagi dianggap sebagai monster atau hantu menakutkan.

Dulu, hal-hal yang berkenaan dengan komunis diberangus bahkan buku yang ditulis oleh orang yang berhaluan ’kiri’ juga dilarang beredar. Buku-buku sastra karya Pramudya Ananta Toer dilarang hanya karena ia bekas pemimpin Lekra, salah satu onderbouw PKI. Kini, komunis sebagai ideologi yang dibicarakan biasa-biasa saja, bahkan buku-buku tentang ideologi komunis bebas beredar di masyarakat. Toh, dengan membaca buku-buku Karl Marx atau Friederich Engels misalnya, tak lantas membuat orang menjadi komunis.

Apa yang sebenarnya terjadi 45 tahun lalu, pada sebuah peristiwa yang disebut Gerakan 30 September atau G-30-S atau G-30-S/PKI oleh mereka yang yakin pelakunya Partai Komunis Indonesia? Peristiwa ini kadangkala juga disebut Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) atau Gestok (Gerakan Satu Oktober) karena secara kronologis peristiwa ini memang terjadi pada 1 Oktober dini hari. Pertanyaan itu hampir tidak pernah memperoleh jawaban yang lengkap. Bahkan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) sebagai bagian dari rangkaian peristiwa yang terkait, juga masih diperdebatkan isi dan bentuknya, bahkan dokumen aslinya belum ditemukan hingga sekarang.

Hal ini menunjukkan bahwa sejarah bangsa Indonesia diwarnai babak-babak yang masih kelabu, bahkan gelap. Berbagai buku yang diterbitkan tidak cukup memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Buku-buku yang muncul, bukan saja berisi informasi yang berbeda, bahkan bertentangan. Masyarakat disodori buku-buku yang dikritik memiliki banyak kelemahan, menggunakan sumber-sumber yang tak teruji dan berbau kepentingan, serta hanya untuk mengecam dan melakukan pembelaan diri atas dosa di masa lalu.

Buku-buku, perbincangan, bahkan seminar ilmiah belum mampu menguak misteri peristiwa yang bersimbah darah yang dialami bangsa ini. Jangan dikira bahwa korban G-30-S adalah hanya para perwira yang kini disebut Pahlawan Revolusi. Tapi efek dari lanjutannya adalah ’pembersihan’ secara sistematis dan massal dari orang-orang yang diduga terlibat G-30-S. Sumber-sumber dari luar negeri menyebutkan angka korban jiwa mencapai 1,9 juta di seluruh Indonesia di tambah jutaan orang yang terampas kemerdekaan, hak politik, ekonomi sosial dan budayanya.

Kebesaran Jiwa

Kegelapan sejarah ini ternyata bukan saja dialami oleh mereka yang lahir setelah tahun 1965, tetapi juga mereka yang sudah lahir beberapa tahun sebelumnya. Dan sekarang, guru-guru sekolah dibiarkan memilih sumber sendiri untuk menjelaskan semua itu kepada murid-muridnya. Kita tidak tahu apa yang ada di pikiran anak-anak kita tentang peristiwa yang begitu besar dan mewarnai perjalanan bangsa.

Dalam keadaan seperti ini, maka setiap orang bisa menulis sejarah itu dalam memorinya sendiri, dengan persepsi dan versinya sendiri. Sebagai bangsa kita tidak memiliki sejarah yang sama, karena banyak sekali peristiwa yang tidak kita pahami dan terima secara bersama. Ini adalah titik rapuh yang serius bagi bangsa kita, karena kebangsaan kita sebenarnya dibangun dengan pengalaman sejarah yang sama dan hanya akan bisa dipertahankan dengan kebersamaan dalam ’menulis’ sejarah yang sama pula.

Keprihatinan dan kepedulian tentang masalah ini tampaknya juga belum mampu menggerakkan kita untuk mengatasi masalah ini. Elite-elite kita yang berada pada pusaran sejarah peristiwa-peristiwa tersebut masih begitu berat untuk bicara jujur dan meletakkan pelita untuk menerangi babak-babak sejarah itu. Pertimbangan melindungi diri terlihat begitu kuat daripada kepentingan bangsa, dan membiarkan bangsa ini tidak pernah berdamai dengan masa lalunya.

Sementara buku-buku yang muncul dengan informasi yang simpang siur dan bertabrakan, justru membuat masalah masa lalu itu terus hidup dan terus menghantui sampai sekarang. Dan sejarah yang gelap tidak memberikan pelajaran apa-apa bagi kita sekarang, kecuali menjadi beban. Kita khawatir bahwa keadaan yang seperti ini akan semakin parah dan kita sebagai bangsa kehilangan orientasi tentang jati diri, bangsa tanpa sejarah.

Sejarah memang tidak sepenuhnya berupa kegemilangan yang dicatat dengan tinta emas. Sejarah tidak selamanya berisi kejayaan yang diabadikan dalam prasasti atau monumen peringatan. Memang diperlukan kebesaran jiwa untuk mencatat sejarah secara jujur dan objektif, juga kesediaan mencatat kepahitan dan sisi buruk kita sebagai bangsa, agar kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa masa lampau. Sejarah dapat dijadikan acuan dalam memperbaiki kondisi di masa depan.

Penguakan misteri G-30-S/PKI bukan untuk meneruskan dendam, tetapi justru agar kita bisa belajar dari masa silam. Belajar dari kesalahan masa silam juga bisa meningkatkan kualitas kita sebagai bangsa. Sejarah di mana pun memang sering melahirkan perdebatan tiada henti. Ia bisa menjadi amat subjektif tergantung dari mana melihatnya. Karena itu, sering pula batas antara pahlawan dan pengkhianat hanya terpisah oleh batas yang amat tipis, yakni pergantian rezim atau politik. Tetapi apa pun alasannya, sebuah bangsa mestinya mempunyai sejarah yang ditulis dengan jujur.

Dan sekarang ini bangsa Indonesia memerlukan kebesaran jiwa untuk meluruskan sejarah masa lalu yang masih gelap, termasuk peristiwa 45 tahun lalu dan peristiwa-peristiwa penting kemudian. Dalam konteks ini kita perlu mendorong Sekretariat Negara, Kementerian Pendidikan Nasional, ahli sejarah, akademisi di perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk bersinergi menulis ulang bagian-bagian gelap sejarah kita secara objektif, jujur dan bisa dipertanggungjawabkan agar generasi mendatang tidak larut dalam keraguan.***

dari: analisadaily.com

Build Page

Kalender


Hari Ulang Tahun

  © Blogger templates The Transformers by Blog Tips And Trick 2009